Kamis, 28 Januari 2010

Mahasiswa, Preman atau Intelektual?


Kongres pemuda akhirnya mencetuskan ikrar bersama yang amat besar artinya bagi perjuangan rakyat Indonesia kemudian, yaitu Sumpah Pemuda. Ikrar bersama yang bersejarah itu dikumandangkan pada 28 Oktober 1928 dan berbunyi:
1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu, Tanah Air Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kongres pemuda pada 1928 itu juga telah mengambil keputusan bersejarah lainnya yaitu menjadikan lagu Indonesia Raya (diciptakan Rudolf Wage Supratman) sebagai lagu kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia dan juga menjadikan sang merah putih sebagai bendera kebangsaan.
Sumpah Pemuda menyatukan pemuda-pemudi bangsa dalam satu tujuan untuk mencapai sebuah kemerdekaan. Dalam satu janji yang terpatri untuk bersama memperjuangkan bangsa tercinta demi tanah air dan tumpah darah. Pemuda sebagai elemen bangsa dan juga bagian penting dalam kemajuan dan pergerakan bangsa. Semangat baru untuk membangun bangsa ini. Jiwa-jiwa muda yang siap mengantarkan Indonesia merdeka. Pemuda Indonesia saat ini tampaknya lebih enggan mendedikasikan diri untuk negara, lebih banyak daripada mereka yang enggan memberikan kontribusi terbaiknya. Pemuda dan pemudi saat ini lebih cenderung mendominasi kepentingan pribadi dan kemajuan diri sendiri.
Mahasiswa yang katanya merupakan pembela rakyat di eranya. Berbagai pergolakan dilakukan untuk menentang penindasan terhadap rakyat. Mahasiswa riwayatmu kini dengan dunia perpolitikan yang engkau terjuni mampukah membedakan antara sebuah idealisme dan fakta hidup? Beberapa gerakan mahasiswa mewarnai perputaran pemerintahan lagi-lagi mereka membuat gebrakan yang mengguncang sebuah kekuasaan. Realitas yang ada saat itu. Karena, mahasiswa zaman pemerintah terus bergulir mencari sebuah kondisi yang ideal dan stabil. Jiwa muda yang tumbuh untuk terus memperjuangkan hak-hak rakyat di atas sebuah penjajahan. Bukan lagi jajahan Belanda ataupun Jepang, namun menjadi jajahan bangsa sendiri oleh rezim penguasa.
Mahasiswa boleh saya katakan adalah kaum intelektual muda, namun mengapa sampai saat ini masih menggunakan cara preman untuk menentang dan memprotes sebuah ketidakadilan atas kebijakan yang dibuat? Jiwa muda yang masih lekat dengan idealismenya. Sayang sekali banyak di antaranya justru tidak tahu menggunakan kecerdasannya dalam menghadapi problematika bangsa. Aksi-aksi terus dilakukan dengan berdemonstrasi menentang berbagai macam kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Berteriak memekikkan yel-yel pembelaan terhadap rakyat, membakar bendera, ban-ban bekas, bahkan foto presiden agar aspirasi mereka dilihat dan direspons sedemikian rupa sesuai dengan kehendak mereka. Tidakkah lagi mahasiswa dapat menggunakan intelektualnya untuk memprotes hal itu? Kaum intelektual muda akankah berubah menjadi kaum preman yang beringas yang justru mengancam ketenteraman masyarakat.
Saya sendiri sebagai mahasiswa merasa jengah dengan tindakan rekan-rekan saya di lapangan dalam melakukan aksi, terkadang aksi mereka sangat-sangat tidak terkoordinasi. Sama saja kalau begitu dengan politisi kita yang dengan mudah melemparkan kritik dan protes-protes tajam tanpa memberikan solusi yang konkret. Harapan saya sebagai mahasiswa, kita bisa mencari cara yang lebih elegan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat atau dalam mengutarakan aspirasi kita. Bertindaklah lebih elegan lagi dalam mengutarakan aspirasi kita, tinggalkan cara lama yang menurut saya cara yang tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan solusi apa pun. Apabila kita menentang kebijakan pemerintah kita lihat inti permasalahannya kemudian kita lihat dampak yang akan terjadi gunakan analisis kita, potensi intelektual kita dalam mencari sebuah solusi yang konkret, lalu utarakan hal tersebut kepada pejabat berwenang. Melalui draf terstruktur, bukankah dengan begitu justru kita lebih dihargai ketimbang kita berteriak-teriak dan mengganggu kenyamanan publik? Beberapa waktu ini, mahasiswa bersama menggulirkan banyak tuntutan kepada pemerintah. Saya sebagai mahasiswa juga sedih melihat kondisi keterpurukan bangsa ini. Hal yang saya juga ingin tanyakan juga apakah Anda para mahasiswa/mahasiswi terhormat mengetahui tindakan perbaikan apa dan solusi konkret apa yang untuk perbaikan bangsa ini ke depan. Sudah 100 tahun Kebangkitan Bangsa, waktunya mahasiswa bangkit, bangkit untuk menyumbangkan segala daya dan pikiran untuk kemakmuran Indonesia tercinta. Bukan lagi dengan adu otot, bukan lagi dengan gaya membakar ban, bukan lagi dengan mengganggu kenyaman publik, melainkan mari kita bangun bangsa ini dengan segala kemampuan yang telah kita punya sebagai seorang mahasiswa. Tunjukkan intelektual muda kita siap menyumbangkan segala pemikiran dan perbuatan nyata untuk bangsa dan negara. Apabila sekiranya pemerintah tidak lagi berpihak kepada rakyat mari kita galang kekuatan sumbangsih kita untuk bersama mencari solusi terbaik dan bergerak bersama mengubah keadaan. Tapi sekali lagi dengan cara yang lebih bermanfaat untuk rakyat.

Tidak ada komentar: